Senin, 05 September 2016

Uniknya Tradisi Mepe Kasur Suku Osing Kemiren, Banyuwangi

Ada tradisi unik yang selalu digelar masyarakat Osing, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi setiap menjelag Hari Raya Idul Adha. Yaitu tradisi mepe kasur (jemur kasur-red), sebuah tradisi menjemur kasur secara bersamaan di sepanjang depan  rumah warga sebelum dilaksanakan Tumpeng Sewu, pada malam harinya.

Seperti yang terlihat hari ini, Minggu (4/9). Ratusan warga nampak kompak mepe kasur di sepanjang jalan desa setempat. Di setiap depan rumah penduduk berjajar rapi jemuran kasur.
Uniknya, kasur-kasur tersebut memiliki warna yang seragam, yaitu berwarna dasar hitam dengan pinggiran merah. Sesekali, juga terlihat warga yang sedang memukul-mukul kasur yang mereka jemur itu dengan sapu lidi atau penebah rotan agar bersih.
Masyarakat Using meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Dan khusus bagi pasangan suami isteri, tradisi ini bisa diartikan terus memberikan kelanggengan. Karena setelah kasur-nya dijemur, akan empuk kembali, sehingga lebih nyaman dan bisa tidur seperti pengantin baru.
Hang sun rasakaken, sak bare ngetokaken kasur teko umah, umah katon rumyang lan rijig. Mulo iku awak kroso sehat lan ati adem,” kata Serat, warga Kemiren dengan logat Usingnya yang khas.
Warga lainnya, Faiz Fadloli menambahkan tradisi tersebut telah dilakukan turun temurun sejak lama. "Iki wes dilakoni masyarakat Kemiren mulai bengen tiap tanggal 1 Dzulhijjah," ujar nya. 
Sementara itu, Ketua Adat Kemiren, Suhaimi, mengatakan warga Osing beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur. Karena kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat dengan manusia sehingga wajib dibersihkan agar kotoran yang ada di kasur hilang. Dengan demikian, mereka akan terhindar dari segala macam penyakit. 
Dijelaskan Suhaimi, kasur berwarna kombinasi hitam dan merah ini, memiliki filosofi yang sarat makna. Merah memiliki arti berani dan warna hitam diartikan simbol kelanggengan rumah tangga. “Biasanya tiap pengantin baru dibekali kasur warna ini. Harapan orang tua, agar rumah tangganya langgeng dan tentrem,” ujarnya.   
Lebih lanjut ia menambahkan, tradisi mepe kasur di kampungnya itu ada aturannya, tidak dilakukan dengan asal-asalan. "Proses menjemur kasur berlangsung sejak pagi hingga menjelang sore hari," kata Suhaimi.
Begitu matahari terbit, lanjut nya, kasur segera dijemur di depan rumah masing-masing sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. Tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit.
Setelah matahari melewati kepala alias pada tengah hari, semua kasur harus digulung dan dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan hingga mata hari terbenam, kebersihan kasur ini akan hilang dan khasiat untuk menghilangkan penyakit pun tidak akan ada hasilnya.
Setelah memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga Using pun melanjutkan tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari Ujung Desa menuju ke batas akhir desa yang ada di atas. Setelah arak-arakan Barong, masyarakat Using malanjutkan berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini masyarakat sebagai penjaga desa.
Sebagai puncaknya, ketika warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari. Semua warga mengeluarkan tumpeng dengan lauk khas warga Osing, yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah akan dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga. (Humas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar