Jumat, 01 April 2016

Rakor 3 Pilar, Bahas BPJS Hingga Tumpang Pitu

Problematika tentang BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), Sensus Ekonomi 2016 hingga soal tambang emas Tumpang Pitu menjadi bahasan hangat dalam acara Rapat Koordinasi Sinergitas Tiga Pilar pada Selasa (29/3).
Dihelat di Taman Blambangan, acara tersebut dihadiri Forum Pimpinan Daerah, SKPD, camat, tokoh-tokoh agama, Babinsa (Bintara Pembina Desa), Babinkamtibmas (Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) dan Kepala Desa/Kelurahan se-Banyuwangi.
Dalam pertemuan rutin tiga bulanan tersebut tidak hanya membahas sebatas masalah keamanan dan ketertiban masyarakat saja, namun juga membahas isu-isu strategis yang sedang berkembang di masyarakat.  Hadir dalam kesempatan tersebut, Kepala BPJS Banyuwangi Santhu Harianja dan Kepala BPS Banyuwangi Muhammad Amin untuk menjawab beragam pertanyaan terkait BPJS dan sensus ekonomi 2016.
Masalah pengajuan BPJS yang banyak dialami, perlu dicarikan jalan keluarnya. Sebagaimana tampak dalam sesi dialog, pihak BPJS mengakui banyaknya aturan-aturan yang menyangkut klaim BPJS yang masih belum tersosialisai dengan baik kepada masyarakat. “Kita berharap ada sosialisasi secara luas kepada masyarakat,” harap Anas kepada kepala BPJS Banyuwangi.
Bupati Anas juga mengharapkan forum tiga pilar juga membantu masyarakat miskin agar dapat mengakses BPJS tersebut. “Forum tiga pilar harus ikut membicarakan masalah rakyat miskin. Jaminan kesehatan BPJS ini merupakan hal penting yang harus kita dampingi. Saya kira, jika kepala desa, pak lurah, pak camat bisa mengatasi hal ini, akan sangat keren,” papar Anas.
Sensus Ekonomi 2016 juga menjadi bahan dialog tersebut. Anas mengungkapkan, sensus ekonomi yang dilakukan tiap sepuluh tahun sekali, penting untuk melihat potret ekonomi di Banyuwangi. Potret ekonomi tersebut, menurut Anas, akan mempengaruhi pemerintah dalam mengambil kebijakan. “Misalnya pelaku usaha toko. Jika dagangannya laku sepuluh, jangan mengaku hanya laku dua. Jika informasi yang diberikan tidak benar, maka pemerintah bisa salah dalam menentukan kebijakan ekonomi,” ungkap Anas.
Sementara itu, tambang emas Tumpang Pitu tak luput dalam bahasan rakor tersebut. Selain soal perizinan dan amdal tambang emas, golden share berupa saham yang diterima pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi juga sempat dipertanyakan oleh salah satu peserta rakor. Pak Minto, perwakilan Parisada Hindu Dharma, menanyakan tentang saham 10 persen milik Kabupaten Banyuwangi dalam tambang emas Tumpang Pitu tersebut.
Terkait saham tersebut, Anas menjelaskan bahwa Pemkab Banyuwangi mendapatkan saham 10 persen non delusi. Artinya, dengan demikian, persentase saham Banyuwangi akan tetap berjumlah sepuluh persen seberapapun banyaknya modal baru yang kelak akan masuk pada investasi tambang emas Tumpang Pitu yang kini masuk bursa efek (IPO) itu. “Pemkab dapat saham 10 persen non delusi. Jadi berapapun modal yang nanti masuk ke perusahaan tambang, tidak akan mempengaruhi jumlah persentase saham pemkab,” ungkap Anas.
Anas juga memaparkan, bahwa saham 10 persen tersebut tidak dikelola oleh BUMD sebagaimana pada daerah-daerah lain, namun langsung dimasukkan ke kas APBD. Hal ini, menurut Anas, untuk menjaga nilai investasi ratusan milyar tersebut dikorup oleh jajaran BUMD yang tingkat pengawasannya cukup rendah.
“Setelah konsultasi dengan menteri keuangan, saham Pemkab tidak dikelola oleh BUMD, tapi langsung dimasukkan dalam APBD Banyuwangi. Ini sebagai bentuk niat baik kami agar investasi tersebut terus dirasakan oleh anak cucu kita kelak. Kalau ditaruh di BUMD, sangat rawan untuk diselewengkan, tapi jika ditaruh di APBD , maka harus ada kesepakatan dengan DPRD dalam mengalokasikan anggaran tersebut,” papar Anas.
“Jika DPRD mengizinkan, saham tersebut bisa dicairkan dan dipergunakan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya untuk membangun rumah sakit atau sekolah disekitar area tambang,” imbuh Anas. (humas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar